mongkarian

Adapun maksud dari pelaksanaan upacara mongkarian adalah untuk menghormati seseorang yang telah meninggal dunia, maka diperlukan adanya suatu penjagaan secara bergantian yang dilakukan oleh seluruh pihak keluarga yang terlibat dalam upacara ini, sampai batas waktu yang telah ditentukan. untuk dikuburkan. Dengan tujuan agar pihak keluarga yang berduka cita diharapkan, hadir pada saat upacara penguburan dilaksanakan, demikian pula orang-orang tua adat, tokoh-tokoh dan peinuka masyarakat, serta seluruh keluarga baik yang tinggal di desa maupun yang berada di luar desa.





Penyelenggara Teknis Upacara
Untuk pelaksanaan penyelenggaraan upacara ini berjalan sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan suku bangsa Pamona, terutama di kalangan keluarga Kabose, maka sebagai pelaksana teknis upacara ini dipimpin oleh seorang imam perempuan yang sering disebut Vurake, dan didampingi oleh orang tua-tua adat, sanak keluarga dan seluruh keluarga yang hadir dalam upacara ini. Masing-masing orang yang terlibat dalam upacara ini bertugas mengadakan penjagaan mayat secara bergantian jangan sampai ada binatang buas atau binatang peliharaan lainnya seperti anjing, babi dan lain-lain yang dapat merusak atau memakan mayat itu, terutama menghindari jangan sampai roh-roh, terutama roh-roh jahat atau syetan-syetan yang dapat mengganggu Tanoana atau jiwa orang mati yang mengakibatkan roh atau jiwa orang mati di dalam kubur tidak tenteram. Menurut J. Kruyt mengatakan bahwa dengan matinya manusia itu berlangsunglah suatu perubahan yang sangat besar dan manusia itu harus mengalaini perpisahan dari semua orang yang dicintainya dan dari segala sesuatu yang kepadanya hatinya melekat. (44 : 1977).

Waktu Pelaksanaan Upacara
Karena upacara ini meliputi dua hal yaitu upacara mongkariang dan upacara penghiburan yang sekaligus berangkaian membuat peti jenazah (montambe). Khusus upacara mongkariang yang penghiburan dilakukan pada malam hari, biasanya tiga atau tujuh malam bahkan ada sampai 40 hari 40 malam, hal ini tergantung dari hasil mufakat dari pihak keluarga dan dianggap bahwa seluruh keluarga telah hadir semuanya, barulah ditentukan untuk diadakan waktu penguburannya.
Setelah orang yang meninggal itu telah diketahui, maka dipersiapkanlah segala sesuatunya untuk menyelenggarakan upacara sebagai persiapan pelaksanaan penguburan yang akan datang, terutama pada malam hari dipersiapkan upacara penghiburan dengan nyanyian mondoboi dan monjojoava, nyanyian ini dipimpin oleh seorang imam perempuan yang isinya nasihat dan peringatan bagi pihak keluarga yang masib hidup. Sedang pada siang harinya dipersiapkanlah peti jenazah dan segala yang berkaitan dengan pemakaman.

Tempat Penyelenggaraan Upacara
Baik upacara mongkariang, penghiburan maupun montambe, dilakukan atau dilaksanakan penyelenggaraannya di rumah tempat tinggal dari orang yang mati itu, karena menurut kepercayaan mereka bahwa orang yang mati itu tetap terikat dalam satu persekutuan besar bersama-sama dengan orang yang masih hidup, masing-masing bergantung yang satu dengan yang lain.

Persiapan dan Perlengkapan Upacara
1. Persiapan Upacara
1. Setelah diketahui bahwa orang yang sakit itu atau yang menjelang sekarat telah dinyatakan meninggal, maka pihak keluarga menyampaikan kepada seluruh keluarga baik yang berada di desa maupun yang di luar desa, penyampaian ini dilakukan secara lisan. Kalau yang meninggal dunia itu adalah Kabosenya, maka seluruh rakyat datang berbondong-bondong untuk memberikan bantuan, baik bantuan berupa binatang ternak maupun makanan dan minuman. Untuk pihak keluarga Kabose mereka datang dengan membawa oleh-oleh yang pada umumnya bantuan itu berupa ternak potong, seperti kerbau, babi dan lain-lain, demikian pula makanan dan minuman. Adapun keluarga yang tinggal di desa di mana upacara ini akan dilaksanakan telah mempersiapkan segala sesuatunya termasuk keperluan yang dibutuhkan dalam upacara itu, demikian pula ruangan-ruangan atau tempat upacara, dan bahan kayu yang akan digunakan sebagai peti atau tempat mayat (orang mati).

2. Perlengkapan Upacara
Adapun perlengkapan upacara yang akan dipersiapkan dan digunakan dalam upacara ini antara lain berupa:
o Seperangkat alat-alat makanan dan minuman seperti: mangkok (tabopangkoni), piring adat (tabo), gelas (tabopangi-nung), dan lain-lain.
o Seperangkat benda-benda tajam atau alat-alat yang dipakai dalam perang seperti pedang (penai), tombak (tawala), dan lain-lain.
o Seperangkat sirih pinang seperti : Sirih, pinang, tembakau, kapur, gambir, dan tempat sirih pinang.
o Seperangkat pakaian adat (pakaian Kabose).
o Beberapa puluh ekor binatang ternak bahkan sampai berjumlah ratusan, hal ini tergantung kesanggupan keluarga dan bantuan yang dibberikan para keluarga dan anggota masyarakat seperti: kerbau (baula), ayam (manu), babi, dan lain-lain.
o Seperangkat alat-alat yang dipakai atau dikenakan oleh si mati seperti: bingka, boru, puya, tikar dan kain.
o Seperangkat bahan kayu yang akan digunakan untuk tempat menyimpan mayat atau sebagai peti jenazah.
o Dan beberapa perangkat lainnya yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Adapun fungsi masing-masing perlengkapan sebagaimana yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut:


• Alat-alat makanan dan minuman dilambangkan sebagai alat perlengkapan rumah tangga yang dipakai setiap hari, dan alat ini adakalanya diikutsertakan kepada orang mati di dalam petinya untuk digunakan selama dalam perjalanannya menuju suatu keadaan baru yang paling mengerikan yang tidak dikenalnya, perjalanan ini dilakukan seorang diri tanpa diiringkan seorang teman kepercayaannya. Kecuali perlengkapan-perlengkapan yang disebutkan di atas.

• Perlengkapan lain yang harus menemani perjalanannya yaitu alat-alat yang berupa benda tajam yang berfungsi sebagai alat yang dapat mengusir roh-roh jahat atau syetan-syetan yang dapat mengganggu dalam perjalanannya.

• Demikian pula perlengkapan lainnya yang berupa binatang ternak potong yang harus dimbil darah daripada binatang itu yang kemudian diberi tanda di bagian dahi orang yang mati sebagai simbol bahwa orang mati tersebut telah dibapuskan segala dosa-dosanya yang disebut "moando sala" (menghanyutkan dosa). Pemotongan temak untuk maksud tersebut di atas, bukan saja bagi orang mati, tetapi juga bagi orang-orang yang melakukan pelanggaran adat seperti: berzina, membunuh dan perbuatan kejahatan lainnya.

• Pakaian adat yang dikenakan bagi golongan Kabose sebagai simbol atau lambang kebangsawanan.

• Dan perlengkapan terakhir yang harus disiapkan sebelum orang mati itu dimasukkan ke dalam peti yaitu peti jenazah yang bermodel atau berbentuk perahu yang terbuat dari kayu dan adakalanya kayu itu diberi ukir-ukiran bermakna estetis, dengan maksud bahwa model itu melambangkan sebagai alat kendaraan yang dipakai dalam berlayar seolah-olah orang mati itu dalam proses perjalanan menuju suatu alam yang tidak dikenaInya.
Jalannya Upacara Menurut Tahap-tahapnya
Apabila segala sesuatunya sudah rampung, maka upacara persiapan penguburan segera dimulai yang rangkaiannya meliputi Upacara Mongkariang, Upacara Penghiburan dan kegiatan membuat peti jenazah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Vurake (Imam Perempuan) berdasarkan hasil mufakat para keluarga, tokoh-tokoh adat desa setempat.


• Upacara pertama yang dilakukan adalah menempakcan jenazah orang yang mati itu di dalam bilik atau di kamar di mana ruangan itu memungkinkan pihak keluarga dapat mengadakan penjagaan secara bergantian. Kemudian dipersiapkan segala sesuatunya yang merupakan pelengkap atau alat-alat upacara lainnya seperti: pakaian Kabose, alat-alat makan dan minuman, serta beberapa benda tajam lainnya. Perangkat ini adakalanya disimpan atau ditempatkan di sekitar jenazah atau di dalam bilik. Vurake selaku pemimpin upacara mulai mengatur penjagaan pada malam hari dari semua unsur yang hadir terutama keluarga yang terdekat dengan si mati.

• Jenazah yang ditempatkan di dalam bilik, lalu diletakkan di atas tikar yang beralaskan dengan bambu, dan ditutup dengan puya, serta di kiri dan kanan daripada jenazah, duduklah para keluarga mengitari jenazah. Bagian kepala biasanya duduk suami/isteri, dan pada bagian-bagian lainnya duduk anak-anaknya dan keluarga-keluarganya, dan malam-malam berikutnya diatur sedemikian rupa agar semua yang hadir mendapat giliran. Penjagaan jenazah ini biasanya bagi keluarga Kabose biasanya berlangsung selama tiga hari tiga malam, bahkan sampai tujuh hari tujuh malam, sampai tiba waktunya jenazah itu dikuburkan.

• Bersaman acara Mongkariang berlangsung setiap malam, maka pada saat itu pula berlangsung acara malam penghiburan yang dimulai pada malam hari dan berakhir pada pagi hari. Acara ini juga dipimpin oleh Vurake dan dikelilingi oleh orang tua dan muda, laki perempuan dan biasanya dalam bentuk lingkaran, dan dilakukan pada ruangan yang lebih luas yang dapat menampung orang yang akan mengikuti acara ini. Setelah siap semuanya Ialu Vurake memimpin acara ini dengan menyanyikan lagu-lagu Mopedoboi dan Monjojova. Kedua lagu ini sebenarnya berisi nasibat dan peringatan bagi pihak keluarga yang ditinggalkan dengan kata lain berisi pantun nasihat. Karena lagu ini berisi pantun, maka peserta yang hadir saling balas membalas dengan mengeluarkan pantun-pantunnya. Di samping Vurake menceriterakan otobiografi (riwayat hidup) si mati sewaktu masih hidup seperti: si mati pergi ke hutan mengambil kayu, pergi merantau ke negeri orang, membantu keluarga di rumah, dan hal-hal yang menyangkut kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan baik sewaktu menjadi pemimpin perang maupun pengabdiannya terhadap keluarga dan masyarakat.

• Untuk siang harinya pihak keluarga mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat peti jenazah, tandu jenazah (alat untuk mengangkat peti), perluasan rumah dan tempat penyimpanan peti jenazah. Pekerjaan ini dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidang itu, bagi keluarga Kabose adakalanya jenazah ini memakan waktu sampai berpuluh-puluh hari lamanya, hal ini tergantung kesepakatan keluarga dalam menentukan hari penguburannya. Demikian pula pada waktu siang hari dilakukan pemotongan ternak binatang, dan pada hari pertama dari binatang yang telah dipotong dilekatkan di bagian dahi atau muka jenazah sebagai tanda pelepasan dosa, dan pada hari-hari berikutnya pemotongan ternak seperti kerbau, babi dan ayam, untuk dimakan bersama-sama dan adakalanya sebagian dagingnya dibagi-bagikan kepada warga/anggota masyarakat. Sikap saling bantu membantu dan adanya pembagian pekerjaan masing-masing yang hadir dalam acara ini, membuktikan babwa suku bangsa Pamona sistem nilai kegotong-royongan telah terwujud dalam masyarakatnya.
Pantangan-pantangan yang harus dihindari
Bagi suku bangsa Pamona masih melekat adanya kepercayaan-kepercayaan yang dapat membawa malapetaka apabila dilanggar baik kepada keluarga yang ditinggalkan maupun warga/anggota masyarakat dalam desa itu, oleh karena itu dalam upacara persiapan penguburan ini, ada beberapa pantangan-pantangan yang harus dihindari antara lain sebagai berikut:


• Pada saat diadakannya upacara Mongkariang, maka pihak keluarga dan seluruh yang hadir dalam upacara itu, tidak diperkenankan tidur selama semalam suntuk dengan maksud mencegah jangan sampai ada binatang-binatang liar seperti anjing yang melangkahi mayat itu, kalau hal itu terjadi maka anjing itu harus ditangkap lalu dipotong/dibunuh, yang terpenting adalah mencegah jangan sampai jenazah itu dimasuki roh-roh jahat yang menyebabkan jiwa orang mati tidak tenteram selama dalam perjalanannya.

• Pada waktu berlangsungnya acara penghiburan, dan ketika nyanyian Mondoboi dan Monjojava dilagukan selama semalam suntuk, maka yang hadir dalam acara tersebut tidak diperkenankan tidur seolah-olah yang hadir itu merupakan penyerahan jiwa kepada orang yang mati dengan diantar suatu kerinduan, karena kedua lagu tersebut berisi pantun nasihat sehingga kata-kata yang diungkapkan dapat melahirkan perasaan yang terharu kepada orang mati. Di samping itu tidak diperkenankan mengadakan lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian selain daripada kedua nyanyian tersebut di atas, sebab bisa menghilangkan nilai sakralnya, sedang nyanyian itu hanya dapat dilagukan pada upacara kematian, tidak diperkenankan dinyanyikan dalam upacara kegembiraan.
• Pada siang harinya seluruh kegiatan atau usaha-usaha yang merupakan sumber ekonomi masyarakat di desa itu tidak diperkenankan seorangpun untuk melaksanakannya. Waktu itu dipergunakan untuk memberikan bantuan dan partisipasinya dalam mempersiapkan segala sesuatunya dari seluruh rangkaian persiapan upacara seperti membuat peti jenazah, memperluas rumah, membuat tangga, mendirikan rumah penyimpanan mayat dan lain sebagainya. Bantuan yang diberikan itu sebagai tanda penghormatan dan kesetiaan kepada Kabosenya.

Adapun isi nyanyian Modoboi dan Monjojava dapat dilukiskan dengan kata-kata sebagai berikut:

• Vurake = "Saya sekarang sudah berangkat, dan saya ucapkan selamat tinggal anak-anakku dan seluruh keluargaku, dan kalau ada kebun yang saya tinggalkan jagalah baik-baik......................................."

• Jawaban Orang yang hadir = "Baik-baiklah kamu selama dalam perjalanan, dan mudah-mudahan kami yang masih hidup ini, senantiasa sehat walafiat serta dijauhkan dari segala bahaya dan penyakit................"

Artikel Terkait:

Comments :

0 komentar to “mongkarian”

Posting Komentar

Subscribe
 

About Me

Foto saya
peace and freedom, kata2 yang selalu ada dalam benak dan hati ku,,from bob marley

FEEDJIT Live Traffic Feed

top sites info


Search Engine Optimization and SEO Tools
Blog Search: The Source for Blogs

pengunjung

teman

Blog Archive

facebook