Upacara Mogawe adalah salah satu rangkaian upacara pemindahan tulang-tulang jenazah itu dipindahkan pada satu tempat yang tertentu, seperti pada gua-gua, lubang-lubang batu, untuk selama-lamanya. Untuk itulah sebagai kelanjutan upacara ini adalah upacara pesta besar buat orang mati (mogave). Upacara ini disebut pesta buat orang mati, karena masing-masing jenazah yang telah dikuburkan kemudian dikumpulkan tulang-tulangnya untuk diadakan upacara tersendiri.
Maksud dan Tujuan Upacara. Adapun yang dimaksud tentang adanya upacara ini ialah untuk mengumpulkan kembali sisa-sisa tulang-tulang yang telah dikuburkan yang diambil dari para keluarga Kabose yang berasal dari desa-desa lainnya, yang memiliki bahasa dan kebudayaan yang sama.
Tujuannya : bahwa dengan terselenggaranya pesta ini kiranya dapat mempertemukan seluruh keluarga yang telah ditinggalkan agar dapat menjalin hubungan kerjasama dan hubungan kekerabatan, di samping tujuan lainnya adalah tempat pertemuan bagi para muda mudi.
Penyelenggara Teknis Upacara. Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa yang paling berperan dalm pelaksanaan upacara ini ialah imam-imam perempuan (Vurake).
Pibak-pihak yang Terlibat dalam Upacara. Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini, hampir semua warga/anggota masyarakat melibatkan dirinya baik sebagai pendamping maupun sebagai pembantu pelaksana teknis operasional. Sedang pendamping dalam upacara ini mutlak hadir seperti, Ketua-Ketua Adat, tokoh-tokoh masyarakat, keluarga dan kerabat, yang masing-masing tentunya mempunyai peranan tersendiri, sehingga persiapan dan perlengkapan upacara terlaksana dengan baik.
Waktu Pelaksanaan Upacara. Masalah waktu pada umumnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku sebelumnya, sedang tenggang waktu pelaksanaan upacara ini berlangsung selama 1 - 2 tahun, tergantung kesepakatan keluarga Kabose.
Adapun penentuan waktu pelaksanaan upacara, tergantung dari hasil mufakat para keluarga Kabose atau keluarga orang mati, khususnya para keluarga bangsawan. Upacara ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu satu atau dua tahun, di mana jenazah yang telah dikuburkan telah menjadi tengkorak atau tulang-tulang, sehingga memudahkan untuk dikumpulkan kembali. Upacara ini dilakukan selama tujuh hari tujuh malam, di mana tenggang waktu itu para keluarga Kabose dapat berkumpul yang berasal dari desa-desa di sekitar tempat dilaksanakan upacara.
Tempat Penyelenggaman Upacara. Upacara ini sering dilakukan pada tempat yang cukup luas yang di perkirakan dapat menampung seluruh peserta upacara terutama keluarga orang mati itu sendiri. Di lokasi di mana dilaksanakan upacara didirikan beberapa barak-barak yang berfungsi menampung para keluarga si mati di samping sebagai tempat istirahat, sedang peti-peti jenazah. Rumah tempat menyimpan tulang atau peti jenazah disebut Tambea (barak).
Persiapan dan Perlengkapan Upacara. Sebelum upacara ini dilaksanakan, maka terlebih dahulu harus dipersiapkan perlengkapan-perlengkcapan yang menunjang terlaksananya upacara itu sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini.
Persiapan Upacara ini antara lain:
• Memberitahukan kepada seluruh keluarga si mati, terutama para keluarga Kabose, demikian pula para Ketua-Ketua Adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan seluruh warga desa baik yang ada di dalam desa maupun yang berada di luar desa
• Mempersiapkan peti-peti jenazah yang modelnya agak lebih kecil dibandingkan peti jenazah ketika mula pertama dikuburkan. Peti ini berisi tulang-tulang atau tengkorak-tengkorak yang sudah kering yang dikumpulkan dari tempat penguburan yang pertama
• Mempersiapkan barak-barak tempat menginap dan rumah tempat di mana peti jenazah itu dikumpulkan
Perlengkapan Upacara dalam upacara ini antara lain:
• Pakaian adat tradisional, parang dan tombak, gunanya dipakai dalam tari-tarian perang, sedang dulang dan piring adat dipakai untuk menghidangkan makanan dan minuman
• Kerbau, domba, ayam dan babi berguna sebagai ternak potong, di mana binatang-binatang tersebut dipotong selama berlangsungnya upacara untuk dimakan bersama-sama
• Minuman (saguer) dan makanan-makanan lainnya. Karena upacara ini memerlukan pemotongan binatang dan makanan yang cukup banyak, maka setiap warga atau keluarga si mati yang menghadiri upacara ini membawa beberapa ekor binatang seperti: kerbau, domba, ayam dan lain-lain, juga minuman dan makanan lainnya.
Jalannya Upacara:
• Setelah tulang-tulang itu dikumpulkan oleh masing-masing keluarga, lalu dimasukkan ke dalam peti yang kemudian dibawa ke tempat pelaksanaan upacara, yang diantar oleh keluarga yang diikuti oleh para warganya.
• Selanjutnya peti jenazah itu disimpan di dalam rumah, yang telah ditentukan, dan para keluarga mengambil tempat yang telah disiapkan.
• Mengawali upacara ini diadakanlah pemotongan kepala kerbau berarti upacara "Mogave" secara resmi dimulai. Pada saat itu pula para pemuda-pemuda mulai menari yang diselang-selingi nyanyian-nyanyian. Nyanyian yang harus dilagukan dalam upacara ini ialah "Motengke" dan "Kayori," kedua nyanyian ini berisi syair-syair tentang pujian para pahlawan yang telah gugur di medan perang atau yang memuji para pahlawan mereka yang telah mendapat kemenangan dalam peperangan melawan musuh-musuhnya.
• Pada saat nyanyian dilagukan secara bergantian antara pemuda dan pemudi yang diambil setiap warga Kabose yang hadir dalam upacara ini, sehingga upacara ini merupakan pertemuan jodoh bagi pemuda-pemudinya
• Setelah tujuh hari tujuh malam berlangsung upacara ini, maka tibalah saatnya upacara penguburan kepada tulang-tulang atau tengkorak, di mana upacara ini dipimpin oleh Imam-imam perempuan (Vurake) sekaligus memberikan doa agar jenazah itu tetap selamat dalam perjalanannya.
Pantangan-pantangan yang Dihindari. Sebagaimana uraian yang terdahulu bahwa suku bangsa Pamona masih memiliki pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar, karena menurut kepercayaan mereka bahwa pelanggaran yang dilakukan dapat mengakibatkan yang jelek atau malapetaka bukan saja orang yang berbuat, tetapi dikenakan seluruh warga desa:
• Selama berlangsungnya upacara tidak diperkenankan melakukan tarian-tarian selain yang telah disebutkan di atas seperti tarian Dero, Rego dan lain-lain. Larangan ini diperlukan seluruh peserta upacara, dengan maksud agar acara ini berlangsung dengan hikmat dan nilai skralnya tetap ada.
• Tidak boleh melanggar ketentuan yang berlaku di tempat upacara seperti: pada malam hari, kalau ada di antara keluarga atau peserta yang memegang pelita pada malam hari, berarti mereka itu sudah berkeluarga baik perempuan maupun laki-laki, maka pantang untuk diganggu atau didekati, karena dapat mengakibatkan yang jelek dan berbahaya yang sewaktu-waktu dapat merugi kan seluruh keluarga yang hadir dalam upacara itu, atau bagi orang yang melanggar ketentuan ini, akan diberikan hukuman atau sanksi sesuai hukum adat yang berlaku pada masa itu.
Demikianlah upacara ini berlangsung selama tujuh hari tujuh malam sampai tiba masa penguburannya yaitu di mana peti jenazah itu disimpan di dalam rumah atau tempat penyimpanan jenazah yang berada di luar dewa, dan lain sebagainya, untuk selanjutnya akan diuraikan pula tentang upacara sesudah penguburan (Meloa).
Mogawe
isky, Minggu, Maret 29, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar