Tarian Motaro adalah tarian rakyat yang diciptakan oleh masyarakat suku Pamona sendiri tanpa mendapat pengaruh dari kebudayaan luar. Motaro adalah tarian khas daerah poso (suku pamona) yang sejak dahulu kala sampai sekarang tetap di pelihara dan di kembangkan oleh masyarakat setempat. Hanya lagu/nyanyian yang dipakai sebagai pengiring pengantar tari ini sudah banyak dimodernisasikan, sesuaikan dengan perkembangan seni dalam era perputaran waktu.
Namun demikian, yang menjadi dasar atau inti tarian Motaro masih tetap dipertahankan. Pada masa dahulu tarian Motaro dilakukan untuk menyambut para pahlawan yang baru kembali dari medan pertempuran sebagai rasa syukur mereka kepada pencipta, atas kemenangan mereka.
Pada zaman dahulu sebelum penjajahan Belanda, para penari tarian Motaro ini memakai pakian yang terbuat dari kulit kayu (dalam bahasa pamona disebut ‘inodo’) yang di celup dalam larutan geta dari buah sejenis mangga, yang di sebut buah”polo”.
Adapun perlengkapan dalam membawakan tarian ini adalah:
1. Tinampa, Yaitu gelang tangan yang terbuat dari logam warna putih, bersusun sepanjang hasta (siku sampai kepergelangan tangan) jumlahnya kerang lebih 50 buah.
2. Langko, yaitu gelang kaki yang terbuat dari logam yang berwarna putih, bersusun 2 sampai 10 buah di kaki penari
3. Daun Soi, semacam daun (jenis tumbuh-tumbuhan yang tahan panas ataupun hujan) yang berwarna coklat tua, kadang berwarna merah, yang dipegang oleh tangan kiri para penari, melambangkan/menggambarkan keberanian, dan kehidupan abadi, dan luhur
4. Pedang, yang melambangkan, jiwa kepahlawanan yang tinggi dan bersemangat.
5. Gendang (karatu), yaitu 2 buah gendang sedang, dan sebuah gendang besar yang ditabuh oleh pria/wanita, penabuh yang ahli dalam irama dan gaya pukulan, sesuai dengan gerakan-gerakan dalam tarian ini. Irama pukulan gendang yang tepat seolah-olah mengeluarkan suara yang mengatakan Daku tende lipu se’i artinya “saya angkat kampung ini”. Menurut jiwa dan seninya, pukulan gendang tersebut bertujuan menjujung tinggi/mempertahankan dan mengembangkan daerah ini untuk lebih maju ke tingkat dan perkembangannya yang lebih tinggi.
6. Perisai (kanta), sebuah alat pelindung yang dipakai pada waktu berperang, melambangkan besarnya jiwa kepahlawanan untuk menghadapi segala bentuk musuh. Alat(kanta) tersebut akan dipegang oleh 2 orang pria yang pandai “Mangaru” (seperti cakalele) untuk mengiringi para penari putri membawakan tarian “Motaro”.
Tarian Motaro adalah salah satu tarian di daerah/wilayah Pamona yang menggambarkan:
1. besarnya jiwa kepahlawanan yang kokoh dan kuat untuk melawan dan menghancurkan segala jenis dan bentuk pengrusakan terhadap kemanusiaa.
2. melambangkan kehalusan budi pekerti para putri-putri suku Pamona, yang dapat menghargai dan menghormati sesama sudaranya, sebangsanya, terutama penciptanya, dan orang tuannya.
3. keperacayaan yang teguh akan kekuatan gaib, dewa yang disembah, agar supaya segala berkat serta kenikmatan hidup dan ketentraman bermasyarakat akan diberikan dan dirasakan oleh setiap insan yang mempercayainya.
Motaro
isky, Minggu, Maret 29, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar